• Jl. Taman Soka II Jaka Setia, Kota Bekasi

  • (021) 82420150

Seminar Edukasi

Article Image

Seminar Edukasi

"Pendidikan Seks Di Era Digital & Bahaya Seks Bebas"
Pemateri : dr. Lingga Y. Abral, Sp. OG

Keunikan Diri Remaja

Berbicara  tentang  remaja memang  selalu menarik perhatian  semua kalangan. Tidak hanya  karena  remaja  merupakan  sosok  unik  ketika  melewati  fase  perubahan  fisik namun juga dari perubahan non  fisik yang penuh gejolak, potensi dan kedinamisan. Remaja  laki?laki  dengan  perubahan  suara,  adanya  jakun,  atau  mulai  tumbuhnya — payudara  pada  perempuan  menunjukkan  adanya  perubahan  fisik.  Sedangkan perubahan non fisik meliputi kelabilan emosi, perkembangan jiwa, dan pembentukan karakter yang sering ditemui dari gejala yang ditunjukkan dalam perilakunya. Pakar psikologi  mengatakan  fase  ini  dikenal  dengan  proses  pencarian  jati  diri  dan pemahaman diri, penjajakan peranan dan kedudukannya dalam lingkungan. Dalam  proses  pencarian  jati  diri  ini,  remaja  membutuhkan  kemandirian  yang menurut  Sutari  Imam  Barnadib  meliputi:  “Perilaku  mampu  berinisiatif,  mampu mengatasi  hambatan/masalah,  mempunyai  rasa  percaya  diri  dan  dapat  melakukan sesuatu  sendiri  tanpa  bantuan  orang  lain.”  Ada  suatu  dorongan  yang  kuat  untuk terlepas  dari  ketergantungan  dengan  orang  tua,  keinginan  dihargai  sebagai  orang dewasa dan mempunyai hak terhadap dirinya dalam berkeputusan.serta bertanggung jawab terhadap setiap perbuatannya. 

Masa  remaja  adalah  masa  pembelajaran.  Meskipun  remaja  mendapatkan kesempatan  mengembangkan  potensi  diri  namun  tetap  memerlukan  bekal, bimbingan  dan  pengarahan  orang  tua,  pendidik  serta  dukungan  lingkungan  yang kondusif. Membekali mereka  dengan  pemahaman  sebuah  konsep  hidup  yang  benar sangat  diperlukan  dalam  proses  pencarian jati  diri. Dengan  bimbingan, membentuk remaja  merasa  percaya  diri  karena  secara  kemampuan  mereka  belum  teruji  dalam menghadapi  tantangan  hidup.  Keterlibatan  orang  tua,  pendidik  dan  lingkungannya dalam memberikan pengarahan akan membentuk kesiapan mentalnya karena secara kejiwaan  remaja  masih  labil,  mudah  kebingungan  ketika  mengalami  kesulitan  dan kegagalan menjalani hidupnya.

Setiap  tanggal  1  Desember,  dunia  memperingati  hari  AIDS  sedunia.  Dunia menyoroti  tentang bahaya HIV/ AIDS yang mengancam jiwa manusia.  Ibarat sebuah penyakit kanker yang siap memberangus setiap nyawa yang ditemuinya. Setiap tahun kita  terperangah  dengan  semakin  meningkatnya  orang  dengan  HIV/AIDS  dan  pecandu  narkoba.  HIV/AIDS  dan  narkoba  bukan  lagi  menjadi  endemik  ganda  yang mengancam  kehidupan  gemerlap,  bebas  dan  para  penjaja  seks  namun  sudah  mulai masuk dalam ranah kehidupan rumah tangga dan anak?anak.

Mencuatnya  kasus  asusila  tersebut,  penulis  berupaya  menggaris  bawahi  dari pada  indikator  yang  menyebabkan  terjadinya  prilaku  yang  menyimpang  melalui pendekatan  psikologis.  Setidaknya  ada  beberapa  indikator  yang  mengharuskan fenomena tersebut terjadi, diantaranya adalah :

Pertama muatan materi agama yang masih minim. 

Sudah menjadi rahasia umum, bahwasanya muatan materi pengetahuan agama pada  kurikulum  sekolah  umum  hanya  diberikan  dua  jam  saja  dalam  satu  minggu. Mari  kita  bersepkulasi,  andai  saja  dalam  seminggu  guru mengajarkan  secara  penuh materi agama, belum menjadi jaminan siswa memahami dan mempraktekkan dalam kehidupannya, apalagi jika dalam satu minggu guru tidak masuk atau hanya satu kali. Materi/ajaran  agama  tidak  saja  melulu  menerangkan  masalah  ubudiyah  yang sifatnya  wajib,  atau  doktrin  jihad,  namun  lebih  dari  itu  ajaran  agama  mengajarkan kita masalah moralitas, untuk berprilaku baik  terhadap orang  tua, keluarga, bergaul dengan  komunitasnya  dan  orang  banyak,  menghargai  sesama  makhluk  dan  memprilakukan dengan baik lingkungan sekitarnya, terlebih mengenai hubungannya dengan  Sang  Pencipta.  Karena  pada  dasarnya  seluruh  agama  yang  ada,  tidak membenarkan  ummatnya  melakukan  seks  bebas  secara  berramai?ramai.  Bukankah

moralitas bangsa ditentukan oleh moralitas masyarakatnya?

Kedua, doktrin hidup bebas dan serba glamour seolah menjadi ideologi anak muda. Pada  masa muda,  terlebih  bagi  keluarga  yang  berada,  masa  muda merupakan masa  indah,  yang  disesalkan  jika  tidak  dimanfaatkan  dan  dilewatkan  meski sedetikpun.  Kebebasan  merupakan  ideologi  dalam  berprilaku,  dan  apa  yang dilakukannya  merupakan  sebuah  kebenaran.  Gaya  hidup  mereka,  disamping disebabkan  kurangnya  pengetahuan  terhadap  ajaran  agama,  juga  kurangnya perhatian dari pihak keluarga, belum lagi serbuan yang menyerang imajinasi remaja usia  labil  yang  terus  memberondong  dari  mulai  ia  keluar  rumah  melalui  gambar?gambar,  pamlet,  iklan?iklan  di  media  cetak  atau  elektronik  ditambah  lagi  dengan sajian sinetron remaja yang mereka tonton di televisi.

Keterjerumusan usia pelajar pada dunia seks tidak dipungkiri merupakan hasil dari rasa keingintahuan terhadap seks itu sendiri, yang mereka dapatkan dari media?media,  video  cassete  disk  dan  fasilitas  lainnya.  Yang  tanpa  disadari  dengan  sekali melakukan, ia akan terjerumus pada pecandu seks bebas.

Ketiga guru hanya sebagai pengajar bukan pendidik. 

Pada kondisi perekonomian Indonesia yang carut marut, harga bahan bakar dan bahan pokok melambung tinggi, sedangkan pendapatan bulanan hanya cukup untuk beberapa hari saja, tidak pelak lagi, kondisi ini hanya akan mengantarkan masyarkat pada  tahap  kefrustasian.  Tidak  salah  jika  profesi  seorang  guru  merupakan  profesi pertama  yang merasakan imbasnya. Maka  kemudian  yang  terjadi adalah, guru  yang seyogyanya  sebagai  pendidik  siswanya  baik  di  lingkungan  maupun  di  luar  sekolah, hanya  berfungsi  sebagai  pengajar  di  kelas.  Mari  kita  bicara  jujur,  hanya  dengan beberapa  ribu  yang  diterima  oleh  para  guru,  hanya  mampu  menghidupkan keluarganya selama beberap hari saja.

Kemudian  pertanyaan  yang  timbul  adalah  dari  mana  mereka  memenuhi kebutuhan hidup sehari?harinya? Sekarang mari kita berapologi, fungsi seorang guru yang  pengajar  memiliki  peran  ganda  dalam  memenuhi  kebutuhan  sehari?harinya; biaya makan,  biaya  sekolah,  transportasi  ke  sekolah,  beli  obat  dan lainnya,  yaitu  di samping  ia  sebagai  pengajar  di  kelas,  juga  ia  sebagai  pengojek  yang  (bisa  jadi) menjemput  siswanya  pulang  sekolah,  mengantar  orang  tua  murid  ke  pasar  atau kantor. Betul  jika  guru  memiliki  peran  ganda,  yaitu  seorang  pengajar  juga  pengojek. Maka kemudian pertanyaan yang timbul adalah, tanggung jawab siapa prilaku siswa di  luar  sekolah?

Keempat, meski  dianggap  argumen  klasik,  tapi  kadang  problem  yang  ditimbulkan dalam keluarga mendominasi dari timbulnya prilaku menyimpang pada diri anak. Prilaku  menyimpang  anak  usia  pelajar  tidak  sepenuhnya  kesalahan  anak,  tapi bisa  saja  disebabkan  keharmonisan  dalam  keluarga mulai menipis  dan menghilang. Keributan orang tua di depan mata putra?putrinya sudah menjadi tontonan, layaknya mereka melihat  adegan  ribut  dalam  sinetron/film  Indonesia.  Tanpa  disadari  bahwa apa yang dilakukan orang tua di depan anaknya sudah menghancurkan psikolgis sang buah  hati, maka dalam  kondisi  keputusasaan usia pelajar  sangat mudah mengambil keputusan untuk menentukan jalan hidupnya sendiri, meskipun berakbiat fatal. Dari  pemaparan  di  atas  penulis  mengajak  untuk  bersepkulasi,  lalu  siapa  yang patut  disalahkan  dengan  kejadian  seks  bebas  di  kota  gerbang  marhamah  tersebut? Sekolah  yang  memberi  porsi  agama  sangat  minim,  pelajar  yang  mengikuti  arus

globalisasi hidup bebas, guru yang berpenghasilan sedikit kemudian berperan ganda, sebagai pengajar dan pengojek, atau aksi  keributan  orangtua di depan anaknya dan bersikap acuh terhadap anaknya?

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku seks bebas. 

Pertama,  industri  pornografi.  Luasnya  peredaran  materi  pornografi  memberi pengaruh yang sangat besar terhadap pembentukan pola perilaku seks remaja. 

Kedua, pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi. Banyak informasi tentang kesehatan reproduksi yang tidak akurat, sehingga dapat menimbulkan dampak pada pola perilaku seks yang tidak sehat dan membahayakan. 

Ketiga,  pengalaman  masa  anak?anak.  Dari  hasil  penelitian  menunjukkan  bahwa remaja  yang  pada  masa  anak?anak  mengalami  pengalaman  buruk  akan  mudah terjebak  ke  dalam  aktivitas  seks  pada  usia  yang  amat  muda  dan  memiliki kencenderungan untuk memiliki pasangan seksual yang berganti?ganti. 

Keempat,  pembinaan  religius.  Remaja  yang memiliki  kehidupan  religius  yang  baik, lebih mampu berkata ‘tidak’ terhadap godaan seks bebas dibandingkan mereka yang tidak memperhatikan kehidupan religius. Menurut  Dr.  Boyke  Dian  Nugraha,  seks  bebas  penyebabnya  antara  lain maraknya peredaran gambar dan VCD porno, kurangnya pemahaman akan nilai?nilai agama,  keliru  dalam  memaknai  cinta,  minimnya  pengetahuan  remaja  tentang seksualitas  serta  belum  adanya  pendidikan  seks  secara  reguler?formal  di  sekolah?

sekolah.  Itulah  sebabnya  informasi  tentang  Makna  Hakiki  Cinta  dan  adanya Kurikulum Kesehatan Reproduksi di sekolah mutlak diperlukan. Melacak lebih jauh persoalan cinta dan seksualitas di kalangan  remaja ini, ada sejumlah fakta yang mesti diterima dengan lapang dada dan disikapi secara bijak.

Gallery :

Article Image      Article Image
Article Image      Article Image

Follow Us :

  • thumb
  • thumb

SMA Islam Soedirman Kota Bekasi

Alamat :

Jl. Taman Soka II Jaka Setia, Kota Bekasi
Telepon : (021) 82420150
Whatsapp : 0819-9000-1995
Email : panglimasoedirman1@ymail.com